PENGARUH
SISTEM PENDIDIKAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR ANAK
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................................
i
DAFTAR
ISI .................................................................................................................... ii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................
1
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................
1
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori ...............................................................................................
2
2.2 Hasil Penelitian ............................................................................................... 4
BAB
3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 7
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga
adalah kesatuan unit terkecil di dalam masyarakat dan merupakan suatu lembaga
yang sangat penting dalam pembangunan dan perkembangan kualitas anak bangsa
(Rustini:1984). Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial anggota keluarganya. Yang mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak,
membimbing perkembangan kepribadian anak-anaknya dan memenuhi emosional anggota
keluarga yang telah dewasa.
Keluarga yang
menghadirkan anak ke dunia ini, secara kodrat bertugas mendidik. Sejak kecil
anak hidup, tumbuh dan berkembang didalam keluarga. Seluruh keluarga itu yang
mula-mula mengisi kepribadian anak. Orang tua secara tidak direncanakan
menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyang dan
pengaruh-pengaruh lain yang diterimanya dalam masyarakat. Anak menerima dengan
daya penirunya dengan senang hati, sekalipun ia tidak menyadari benar apa
maksud dan tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan itu. Merekalah yang
menentukan kemana keluarga itu akan dibawa, warna apa yang akan diberikan dan
isi apa yang akan diberikan kepada keluarganya.
Pengaruh yang besar ini
juga berdampak besar terhadap psikologis dan prestasi belajar anak, baik
prestasi akademik maupun non akademik. Mengingat peran keluarga yang sangat
penting dalam perkembangan anak. Maka dari itu penulis mencoba untuk menguraikan
fenomena ini dalam makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis merumuaskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem
pendidikan keluarga yang diterapkan untuk mendidik anaknya?
2. Bagaimana pengaruh
sistem pendidikan keluarga terhadap perkembangan psikologis anak?
3. Bagaimana pengaruh
sistem pendidikan keluarga terhadap proses belajar dan prestasi anak di
sekolah?
4. Seperti apakah
tindakan anak dalam menanggapi masalah-masalah yang timbul dari pengaruh
pendidikan keluarga terhadap proses pembelajarannya di sekolah?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, penulis menentukan beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui
sistem pendidikan keluarga yang diterapkan unuk mendidik anaknya.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sisem
pendidikan keluarga terhadap perkembangan psikologis anak.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem
pendidikan keluarga terhadap proses belajar dan prestasi anak di sekolah.
4. Untuk mengetahui tindakan seorang anak dalam
menanggapi masalah-masalah yang timbul dari pengaruh pendidikan keluarga
terhadap proses pembelajarannya di sekolah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Landasan Teori
Keluarga adalah
kesatuan unit terkecil di dalam masyarakat dan merupakan suatu lembaga yang
sangat penting dalam pembangunan dan perkembangan kualitas anak bangsa
(Rustini:1984). Keluarga juga merupakan satu-satunya lembaga sosial yang
diberikan tanggung jawab untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi
manusia. Pada saat sebuah lembaga mulai membentuk kepribadian seseorang dalam
hal-hal penting, keluarganya tentu lebih banyak berperan dalam persoalan
perubahan itu, dengan mengajarkan berbagai kemampuan dan menjalankan banyak
fungsi-fungsi sosialnya (Sayyid: 2007).
Keluarga merupakan
madrasah pertama yang bertugas mengasuh dan mendidik anak-anak, laki-laki
ataupun wanita. Keluarga dimulai dengan sepasang suami isteri. Keluarga itu
menjadi lengkap dengan adanya seorang anak atau lebih. Keluarga yang terdiri
dari atas ayah ibu dan anakanaknya disebut keluarga inti. Semua anggota
keluarga ada ikatan satu sama lainnya karena perkawinan atau adopsi. Mereka
tinggal bersama, karena berhubungan satu sama lain dan akan saling mempengaruhi
di dalam pembentukan sikap dan perkembangan kepribadian setiap anggota
keluarga. Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
sosial anggota keluarganya. Yang mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak,
membimbing perkembangan kepribadian anak-anaknya dan memenuhi emosional anggota
keluarga yang telah dewasa.
Tentu saja peran ayah
dan ibu sangat menentukan, mereka berdua yang memegang tanggung jawab seluruh
anggota keluarga. Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawa,
warna apa yang akan diberikan dan isi apa yang akan diberikan kepada
keluarganya.
Dalam pembentukan sikap
dan watak anak ditemui bermacam-macam perilaku orang tua. Secara teoritis
perilaku tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu perilaku otoriter,
demokratis dan laissez-faire (Idris dan Jamal, 1992:87-90).
A.
Perilaku Otoriter
Perilaku orang tua yang
otoriter antara lain:
1. Anak harus mematuhi
peraturan-peraturan orang tua yang tidak boleh membantah.
2. Orang tua cenderung
mencari kesalahan-kesalahan pada pihak anak, dan kemudian menghukumnya.
3. Kalau terdapat
perbedaan pendapat antara orang tua dan anak maka akan dianggap sebagai orang
yang suka melawan dan membangkang.
4. Orang tua cenderung
memberikan perintah dan larangan terhadap anak.
5. Orang tua cenderung
memaksa disiplin.
6. Orang tua cenderung
menentukan segala sesuatu untuk anak, dan anak hanya sebagai pelaksana.
Dengan kata lain bahwa
perilaku orang tua yang otoriter, dimana orang tua segalagalanya. Orang tua
tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat. Hal tersebut akan
berakibat fatal terhadap diri anak. Diantaranya anak memperlihatkan perasaan
dengan penuh ketakutan, merasa tertekan, kurang pendirian, mudah dipengaruhi,
dan sering berbohong, khususnya pada orang tua sendiri.
B.
Perilaku Demokratis
Perilaku orang tua yang
demokratis antara lain:
1. Melakukan sesuatu
dalam keluarga dengan cara musyawarah.
2. Menentukan
peraturan-peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan,
perasaan, dan pendapat anak, serta memberikan alasanalasan yang dapat diterima,
dipahami dan dimengerti oleh anak.
3. Kalau terjadi
sesuatu pada anggota keluarga selalu dicari jalan keluarnya (secara
musyawarah), juga dihadapi dengan tenang, wajar dan terbuka.
4. Hubungan antara
keluarga saling menghormati, orang tua menghormati anak sebagai manusia yang
sedang bertumbuh dan berkembang. Pergaulan antara ibu dan ayah juga saling
menghormati.
5. Terdapat hubungan
yang harmonis antara anggota keluarga, seperti antara ibu dan ayah, antara
orang tua dan adik-adiknya, dan sebaliknya.
6. Adanya komunikasi
dua arah, yaitu anak juga dapat mengusulkan, menyarankan, sesuatu pada orang
tuanya dan orang tua mempertimbangkannya.
7. Semua larangan dan
perintah yang disampaikan kepada anak selalu menggunakan katakata mendidik,
bukan menggunakan kata-kata kasar, seperti kata tidak boleh, wajib, harus dan
kurang ajar.
Memberikan pengarahan
tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik supaya
ditinggalkan. Keinginan dan pendapat anak diperhatikan, apabila sesuai dengan
norma-norma dan kemampuan orang tua. Memberikan bimbingan dengan penuh
perhatian. Bukan mendiktekan bahan yang harus dikerjakan anak. Namun selalu
disertai dengan penjelasan-penjelasan yang bijaksana. Dengan kata lain bahwa
kepemimpinan demokratis, adalah kepemimpinan yang terbuka yang dilakukan dengan
cara musyawarah mufakat. Artinya selaku orang tua dalam bertindak dan
mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan anak dan keluarga dilaksanakan
dengan perasaan dan pertimbangan. Hal tersebut akan memberikan dampak positif
kepada anak, salah satunya anak akan berkembang sesuai dengan tingkat atau fase
perkembangannya.
C.
Perilaku Laissez-Faire
Perilaku orang tua yang
Laissez-Faire, antara lain:
1. Membiarkan anak
bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
2. Mendidik anak acuh
tak acuh, bersifat pasif, atau bersifat masa bodoh.
3. Terutama memberikan
kebutuhan material saja.
4. Membiarkan saja apa
yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri
tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua).
5. Kurang sekali
keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.
Perilaku orang tua yang
Laissez-Faire dimana orang tua dalam memimpin membiarkan anak untuk berbuat
sesukanya. Orang tua bersifat acuh tak acuh. Kepemimpinan yang demikian akan
membawa dampak negatif terhadap perkembangan dan diri anak. Misalnya anak
kurang sekali menikmati kasih sayang orang tuanya. Oleh karena itu pertumbuhan
jasmani, perkembangan rohani dan sosial sangat jauh berbeda dibawah rata-rata
jika dibandingkan dengan anak-anak yang diperhatikan oleh orang tuanya. (Zahara
dan Lisma, 1992:87-90).
2.2
Hasil Penelitian
Dari 3 sampel yang
penulis teliti, diperoleh 1 orang yang menerapkan sistem pendidikan yang keras
di keluarganya, dan 2 orang yang
menerapkan sistem pendidikan demokratis dalam keluarganya. Dalam penelitian ini
, penulis menemukan adanya kecenderungan
para orang tua untuk mendidik anaknya dengan sistem yang tidak terlalu otoriter
maupun terlalu membebaskan anaknya dalam belajar, yang biasa kita kenal dengan
sistem demokratis. Hal ini memang banyak terjadi dalam kehidupan Indonesia pada
umumnya, dan sangat jarang ditemukan sistem pendidikan keluarga yang
menerapkan sistem otoriter. Sistem
otoriter ini sudah tidak banyak digunakan lagi oleh orangtua dalam mendidik
putra-putrinya mengingat perubahan budaya. Perubahan budaya yang lebih kita
kenal dengan globalisasi telah mengubah paradigma masyarakat yang semula
berpikir dengan mendidik anak secara otoriter adalah cara terbaik menjadi lebih
terbuka dan bebas, namun tetap bertanggung jawab –demokrasi.
Setelah
dilakukan wawancara secara langsung terhadap ke-3 objek penelitian tersebut,
penulis mendapatkan beberapa data, diantaranya :
Satu dari ketiga
sampel, seorang anak SMP, mengalami sistem otoriter yang di terapkan oleh
keluarganya dalam mendidik anak. Sistem ini memang sangat baik untuk seorang
anak dalam meraih prestasi dengan dibuktikan nilai-nilai sekolah yang selalu
diatas rata-rata dan mendapatkan peringkat 1 sejak SD hingga SMP. Selain itu,
ia pun sering mengikuti perlombaan akademik yang diadakan baik di lingkungan
sekolah, kabupaten maupun se-wilayah 3 cirebon.
Namun sayangnya, ia
mengalami sedikit gangguan psikologis. Gangguan ini ditandai dengan sikapnya
yang selalu menyendiri di kelas, cenderung tertutup dan pendiam. Ia mengalami
kesulitan dalam bersosialisasi dan bergaul dengan teman sekelasnya. Ia pun
tidak terlalu aktif dalam berkegiatan organisasi karena menurut pengakuannya,
orang tuanya hanya mengijinkan dirinya untuk keluar rumah untuk sekolah saja.
Masalah lainnya yang
sering timbul yaitu ia sering merasa frustasi dan takut ketika nilainya tidak
sempurna, karena orangtuanya selalu memberikan hukuman. Adapun dia sering
merasa malas dalam belajar, tidak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar dan
cenderung mudah menyerah karena selalu ditekan oleh orangtuanya untuk
mendapatkan nilai sempurna. Terlebih lagi kedua orangtuanya memberikan jadwal
untuk belajar yang memang harus di lakukan oleh anaknya , yaitu berkisar antara
pukul 19.00 hingga menjelang tidur, untuk belajar dan mengerjakan tugas di
kamar, tanpa adanya kebebasan untuk memegang alat komunikasi (Hp) dan tidak di
ijinkan menonton TV. Selain itu, orangtuanya selalu memberikan target niai yang
wajib di capai oleh anaknya.
Selanjutnya, dua
orang mahasiswa UNIKU yang mengalami sistem demokratis dalam pendidikan
keluarganya. Sistem ini berbeda dengan sistem yang sebelumnya yaitu otoriter
yang umumnya memaksakan anak untuk selalu mengikuti kehendak orang tuanya,
sistem demokrasi lebih memberikan ruang kebebasan terhadap anaknya untuk
memilih sendiri apa yang akan dilakukan. Ketiga mahasiswa ini memberikan
statement bahwa keduaorangtuanya tidak pernah memaksakan dirinya untuk belajar.
Dalam arti, mereka belajar atas kemauan sendiri, tanpa paksaan dari siapapun.
Dalam
sistem ini, terdapat beberapa tipe anak yang dihasilkan, yaitu sebagai berikut:
Pertama, nilai mahasiswa dengan nilai diatas
rata-rata. Beliau adalah mahasiswa Universitas UNIKU dengan program pendidikan
Biologi, Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Beliau mendapatkan nilai
yang baik di setiap jenjang pedidikan yang pernah ia duduki. Beliau juga
mengatakan bahwa selama SMA, beliau sering mengikuti perlombaaan karya tulis
ilmiah untuk tingkat sekolah. Ia juga selalau mendapatkan peringkat 3 besar di
dalam kelasnya selama SMA.
Beliau juga
tergolong pada mahasiswa yang aktif berorganisasi, dengan mengikuti beberapa
organisasi diantaranya sebagai anggota OSIS di SMA Negeri Luragung, PMII, HIMA
Biologi, KPM< LPM dan Pramuka di kampusnya tempat berkuliah saat ini.
Sebagai seorang
mahasiswa tentu ia sering merasa malas dalam belajar. Terlebih lagi jiika
tugas-tugas kuliah bertambah banyak, yang tidak dapat diselesaikan secara
cepat. Namun, beliau selalau menemukan cara untuk mengatasi rasa malasnya. Ia
selalu mengingat tujuannnya belajar untuk menggapai cita-citanya. Selain itu,
ia pun akan mencari suasana baru untuk belajar.
Kedua, mahasiswa dengan niali
rata-rata. Seorang mahasiswa Teknik Informasi Fakultas Komputer di Universitas
Kuningan bertutur bahwa Ia diperlakukan sebagai teman oleh orangtuanya. Ia
menyatakan bahwa ia tidak pernah sekalipun dipaksa untuk belajar ataupun
melakukan hal-hal lain diluar keinginannya, khususnya dalam hal pendidikan.
Orangtuanya merupakan orangtua yang fleksibel, yang menurutnya dapat membaur
satu sama lain. Artinya, kedua orangtuanya bisa menjadi tegas sekaligus lembut
terhadapnya.
Mahasiswa Teknik
Informasi ini tergolong mahasiswa yang aktif, yang turut andil dalam
berorganisasi di Universitasnya. Organisasi-organisasi yang diikuti olehnya
diantara lain BLM, PMI dan GEMPUR. Beliau tidak mengalami kesulitan untuk
me-manage waktunya, karena menurutnya organisasi-organisasi yang diikutinya
memiliki ke-fleksibel-an waktu. Waktu untuk beraktifitas dalam organisasi
tersebut tidak terikat, yakni bisa datang kapan saja. Kecuali ketika organisasi
tersebut akan melaksanakan acara akbar, seperti seminar dan workshop.
Beliau juga mengakui
bahwa dalam hal belajar beliau sering merasa malas. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya pengajar yang mengampu mata kuliah di kelas. Selain
itu, beliau tidak pernah mendpatkan suatu prestasi apapun sejak beliau
menjajaki dunia pendidikan. Namun, pada dasarnya nilai-nilai yang beliau
peroleh selama di bangku sekolah dan perkuliahan cukup memuaskan, yaitu
rata-rata. Belaiu juga tidak mengalami kesulitan yang spesifik dan berarti
dalam menerima pelajaran yang di sampaikan oleh pengajarnya, baik di sekolah
dahulu maupun di bangku perkuliahan saat ini.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh penulis diatas, maka penulis memperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan
pengamatan penulis, sistem pendidikan keluarga sangat berperngaruh terhadap
psikologis anak, terutama dalam prestasi belajar anak di sekolahnya dan rasa
malas dalam belajar. Hal ini tentu dapat terlihat dari hasil penelitian yang
telah penulis sampaikan sebelumnya.
2. Saat ini, orang
tua memiliki kecenderungan untuk mendidik anaknya dengan cara yang demokratis
dibandingkan dengan sistem yang otoriter. Hal ini sejalan degan perkembangan
zaman dan globalisasi yang menyebabkan pergeseran paradigma masyarakat yang
menganggap bahwa sistem otoriter lebih baik diabndingkan dengan sistem lainnya
menjadi sebaliknya.
3. Anak yang
dididik melalui sistem otoriter cenderung memiliki prestasi dan nilai di atas
rata-rata di kelasnya. Namun, psikologisnya sedikit terganggu karena selalu
mendapat tekanan dari keduaorangtuanya untuk selalu mendapatkan nilai yang
sempurna. Hal ini ditandai dengan sikapnya yang cenderung penyendiri, sulit
bergaul dan sering merasa frustasi serta malas belajar yang lebih sering dibandingkan
ank lainnya.
4. Anak yang
dididik secara demokratis oleh orang tuanya memiliki prestasi yang
berbeda-beda. Ada yang memiliki prestasi yang baik dan ada pula yang biasa
saja. Hal ini tergantung pada pribadi anak masing-masing. Namun pada umumnya,
anak yang dididik melalui sistem ini tergolong anak yang aktif bergaul dan
berpartisipasi dalamkegiatan berorganisasi, baik secara formal maupun
nonformal.
5. Mengingat
perbandingan pengaruh sistem pendidikan ooriter dan demokratis yang diterapkan
oleh orangtua terhadap anaknya, penulis berpendapat bahwa akan lebih baik bagi
kedua pihak yaitu anak dan orangtua untuk menerapkan sistem demokrasi. Hal ini
dikarenakan oleh prestasi yang akan dicapai oleh anak akan sama baiknya dengan
sistem otoriter, dan psikologis anak tetap akan baik, karena anak tidak
mendapatkan tekanan dari pihak manapun untuk mendapatkan hasil yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim.2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan
Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya Ofset..
Comments
Post a Comment