Skip to main content

Dampak Penutupan Perusahaan Toshiba dan Panasonic

Dampak Penutupan Perusahaan Toshiba dan Panasonic
Well, sahabat.. seperti yang kita ketahui, saat ini MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah diterapkan. Ini berarti pasar bebas untuk sewilayah ASEAN pun sudah mulai berjalan. Hal ini mengakibatkan persaingan yang terjadi di dunia kerja pun semakin meningkat, yang mulanya hanya tingkat nasional, kini telah beralih ke tingkat ASEAN. Lah terus bagaimana? Sejauh apakah hal ini berpengaruh terhadap penduduk Indonesia?
Banyak orang berpendapat bahwa negeri kita hanyalah sebuah pasar dari keberlansungan MEA ini. Tak jarang pula orang berpendapat bahwa sumber daya manusia kita belum siap akan hal ini. Melihat ke kondisi sumber daya manusia saat ini di Indonesia, semakin mendukung pendapat-pendapat tersebut. Mari kita amati lebih dalam. Jika kita bandingkan jumlah masyarakat yang berpendidikan tinggi dan yang tidak, maka hal ini menjadi hal yang nista. Mengingat sebagian besar penduduk kita hanya mengenyam pendidikan SLTA/ sederajat. Hal ini didukung oleh keadaan ekonomi yang masih rendah, akibatnya, masyarakat tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Jika kita membandingkan keadaan pendidikan masyarakat indonesia pada zaman dahulu, 20 tahun yang lalu dengan sekarang, akan terlihat perbedaan yang signifikan. Dahulu, orang-orang yang bersekolah hingga tingkat SMA telah dipandang sebagai orang yang berpendidikan. Mereka mendapatkan pekerjaan yang memadai, dengan status yang terhormat dann didukung oleh gaji yang cukup tinggi. Berbeda dengan sekarang. Saat ini lulusan SMA hanya dianggap sebagai orang yang berpendidikan pas-pasan. Mereka pun hanya bekerja sebatas pelayan toko, swalayan atau pun buruh pabrik. Status dan pandangan masyarakat terhadap mereka hanya sebatas orang biasa, yang tidak terpandang. Bahkan cenderung berpikir bahwa mereka tidak memiliki masa depan yang cerah.
Saat ini, mereka bekerja hanya dengan mengandalkan otot. Sementara dunia saat ini membutuhkan keterampilan otak dalam bekerja. Akan tetapi orang yang dipercaya dapat bekerja mengandalkan otak hanyalah orang-orang yang berpendidikan tinggi, sarjana. Maka membandingkan jumlah orang yang berpendidikan sarjana dengan yang tidak, jelaslah kalah dalam jumlah. Dampaknya, dapat kita bayangkan, sebagian besar penduduk masyarakat kita bekerja mengandalkan otot. Ditambah lagi dengan penerapan MEA, nasib pekerja di Indonesia semakin terpuruk.
Penutupan beberapa perusahaan Jepang ternama di Indonesia pun seperti Toshiba dan Panasonic memperburuk kondisi kita saat ini. Ribuan pekerja buruh pabrik terancam PHK. Lalu, bagaimana dengan nasib mereka ke depannya? Untuk para sarjana saja, bersaing di dunia kerja saat ini sudah dirasa sulit, apa lagi dengan mereka para buruh pabrik yang notabene hanya mengandalkan otot? Persaingan yang semakin kompetitif sewilayah ASEAN menjadi beban bagi para pekerja di negeri kita. Dengan kemampuan dan keahlian yang minim, penduduk negeri kita dianggap kurang memadai untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut lebih memilih memperkerjakan penduduk asing.
Persaingan ini bukan hanya terjadi di lingkungan penduduk indonesia, produk-produk jepang pun kalah bersaing dengan produk-produk Cina. Hal ini diduga menjadi alasan paling besar dibalik penutupan perusahaan Toshiba dan Panasonic. Indonesia dianggap sudah tidak menarik lagi bagi investor-investor untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia. Hal ini tentu mejadi halangan bagi pekerja-pekerja kita mengingat mereka telah menggantungkan hidupnya pada perusahaan-perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena ketika perusahaan-perusahaan tersebut ditutup, maka penduduk Indonesia pun akan kehilangan mata pencahariannya.

Pertanyaan paling besar saat ini adalah bagaimana dengan nasib para pekerja buruh pabrik yang berjumlah ribuan yang terancam PHK? Pemerintah seharusnya lebih cepat dalam bertindak mengenai kasus ini. Memberikan alternatif lain yang berguna membantu perekonomian para pekerja tersebut. Sebagai imbasnya, mengandalkan otot saat ini bukanlah solusi terbaik. kita harus mulai merubah paradigma kita dengan mulai mengandalkan otak untuk bekerja. Imbasnya, kita pun harus mengenyam pendidikan setinggi mungkin sehingga kita dapat bersaing dengan masyarakat lainnya.

Comments

Popular posts from this blog

The analysis of short story girl by o henry

The analysis of short story girl by o henry 1. the point of view             The point of view that used in this short story is the 3rd person point of view and the dramatic. The third point of view because the writer mention the name of the characters in the short stories like: “......... robbins, fifty, something of an overweight beau, and addicted to first nights.... and Hartley, twenty-nine, serious, thin, good-looking, nervous.......” Beside that, the writer also using a noun and pronoun to tell the story to the reader like : “.... a man with an air of mistery came in the door and went up to Hartley....”             Beside that the dramatic point of view, we can see that from the way the writer tells the story and using the scene of the story like the real situation in life. On the other hand, the writer also tells us abt the problem taht might be always found in our life, like looking for the nany or the cook for their house. Which is not always easy to find the good

ASSESSING SPEAKING

ASSESSING SPEAKING      There are four categories of listening performance assessment tasks. A similar taxonomy emerges for oral production. Imitative      At one end of a continuum of types of speaking performance is the ability to simply parrot back (imitate) a word or phrase or possibly a sentence. While this is a purely phonetic level of oral production, a number of prosodic, lexical, and grammatical properties of language may be included in the criterion performance .      We are interested only in what is traditionally labeled”pronunciation” no inferences are made about the test takers ability to understand or convey meaning or to participate in an interactive conversation. The only role of listening here is in the short-term storage of a prompt,just long enough to allow the speaker to retain the short stretch of language that must be imitated. Intensive      A second type of speaking frequently employed in assessment contexts is the production of short streches of oral language

INTRODUCTION TO LITERATURE

Ketika mempelajari karya sastra –yang disebut dengan introduction to literature dalam bahasa inggris-, kita pasti bertanya-tanya apa sih yang dipelajari dalam mata kuliah ini? Nah, saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini sedikit. Dari asal katanya ,  introduction to literature  memperkenalkan karya sastra bahasa inggris. Sebenarnya konsep dasar dari literature baik dari bahasa indonesia, bahasa inggris maupun bahasa lainnya itu sama.  Yang membedakan antara satu karya sastra dari karya sastra yang lainnya hanyalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra tersebut. Literature itu sendiri sering diebut dengan  work of art , dimana tulisan dibuat sedemikian rupa sehingga meninggalkan kesan seni didalamnya. Jenis-jenis karya sastra  dalam bahasa inggris yaitu  prose , roleplay dan poetry .  Prose atau prosa dalam bahasa indonesia terdiri dari novel, novella dan short story. Jenis karya sastra seperti ini biasa kita temukan, bukan?  Bagi anda yang memiliki hobi membac