Skip to main content

Terjebak Menjadi Seorang “Pahlawan Semu”

Terjebak Menjadi Seorang “Pahlawan Semu”
Semua orang pasti ingin menjadi pahlawan, memiliki kekuatan super, menolong orang, mendapatkan pujian. Namun apa yang akan terjadi ketika kita sama sekali tidak memiliki kekuatan super? Well, sahabat harus tau, untuk menjadi seorang pahlawan tidak harus memiliki keuatan super seperti superman, spiderman, batman, dan man-man yang lainnya. Untuk menjadi pahlawan modal yang kita butuhkan hanyalah “hebat”. Hebat dalam apa? Hebat dalam memanfaatkan kesempatan menjadi lebih baik, menjadi lebih berguna. Berguna untuk siapa? Tentu saja untuk diri sendiri dan masyarakat.
Lalu, bagaimana seseorang yang tanpa kekuatan super menjadi seorang pahlawan? Heii.. kalian tentu belum lupa dengan jasa-jasa pahlawan nasional kita bukan? Jasa-jasa mereka yang telah memerdekakan bangsa kita dari belenggu kejamnya penjajahan. Menolong kita mendapatkan hak-hak kita yang telah lama dirampas dari genggaman kita sendiri. Mendapatkan kembali apa yang sepenuhnya mutlak milik kita. Apakah mereka memiliki kekuatan super seperti apa yang kita bayangkan? Yang telah kita lihat di dalam televisi dan komik? Tentu tidak bukan?
Selanjutnya, mari kita bedakan mereka, yang benar-benar seorang pehlawan dengan seorang pahlawan semu. Uhhhh… kalian pasti baru mendengar julukan ini? Ya,, tentu saja seperti julukannya, mereka bukanlah pahlawan sebenarnya. Mereka hanyalah seseorang yang merasa dirinya seolah-olah pahlawan. Kok bisa? Mari kita lihat lebih jauh…
Kasus pertama : ketika di dalam pesawat, seorang ibu dianjurkan untuk memakaikan masker oksigen untuk dirinya sendiri dalam keadaan darurat, sebelum memakaikannya untuk anaknya. Maka, dalam keadaan darurat, ibu tersebut akan melakukan hal yang sama. Kasus kedua : Seorang pemuda dan temannya bekerja dalam satu tempat yang sama dan salah satu dari mereka bertempat tinggal jauh dari kantornya. Maka sebagai teman yang baik, pemuda tersebut bersedia mengantar-jemput temannya itu ke tampat ia bekerja, karena mereka bekerja di tempat yang sama. Karena jarak rumah temannya yang jauh, maka keduanya sering terlambat datang kerja dan si pemuda selalu pulang lebih lambat.
Dari kedua kasus tersebut, apakah sahabat melihat perbedaan? Ya, benar. Untuk kasus pertama, seorang ibu akan menolong dirinya sendiri, sebelum menolong anaknya. Sedangkan di kasus yang kedua, si pemuda mengorbankan dirinya sendiri untuk menolong temannya. Akibatnya, dia mengalami kerugian, sedangkan temannya mendapatkan keuntungan. Nah, sahabat, dalam kasus kedua inilah, sang pemuda di juluki sebagai pahlawan semu. Kenapa? Sang pemuda memang menolong temannya dan mendapatkan penghargaan tersendiri di mata temannya. Namun apa yang terjaid dengannya setelah itu? Dia sendiri mengalami kerugian yang sama parahnya dengan temannya itu. Pemuda ini merasa jika dia adalah seorang penolong bagi temannya, dan menjadi pahlawan. Sang pemuda tidak enak hati ketika ia akan meninggalkan temannya.
Banyak orang yang merasakan hal yang sama dengan pemuda tersebut. Perlu sahabat ketahui, bahwa untuk menolong seseorang, kita tidak harus mengorbankan diri kita sendiri. Dibandingkan dengan memerikan ikan kepada orang yang sedang kelaparan, maka lebih baik kita untuk mengajarinya memancing. Dengan hal ini, sekalipun kita nanti tidak dapat memberikan ikan, maka ia dapat mencari ikannya sendiri untuk ia konsumsi ketika ia merasa lapar suatu saat nanti.
Sahabat, seseorang yang telah terjebak dalam “pahlawan semu” akan sulit untuk melepakan dirinya dari julukan tersebut. Hal ini pun terjadi pada seseorang dalam dunia pendidikan. Terkadang kita menjumpai orang yang akan menolong temannya mengerjakan tugasnya tanpa berpikir panjang. Orang ynag membantu ini akan dianggap sebagai pahlawan oleh teman-teman sekelasnya. Namun sebaliknya, ia akan merasa sedikit tebebani oleh sifat penolongnya itu, karena terkadang ia merasa rugi telah memberikan jawaban yang seharusnya tidak ia berikan pada siswa lainnya (kegiatan menyontek).

Maka dari itu sahabat, kita harus cerdas dalam menghadapi suatu masalah. Jangan hanya karena kita ingin dianggap sebagai orang baik dengan menolong, kita akan terjebak dalam lingkup pahlawan semu. Untuk sahabat yang telah merasa berada di situasi seperti ini, alangkah lebih baik bagi anda untuk keluar dari zona nyaman anda. Berikanlah hal yang lebih positif dan berguna bagi orang-orang disekitar anda, dibandingkan membuat mereka seolah tergantug pada anda. Semoga sukses sahabatku!!

Comments

Popular posts from this blog

The analysis of short story girl by o henry

The analysis of short story girl by o henry 1. the point of view             The point of view that used in this short story is the 3rd person point of view and the dramatic. The third point of view because the writer mention the name of the characters in the short stories like: “......... robbins, fifty, something of an overweight beau, and addicted to first nights.... and Hartley, twenty-nine, serious, thin, good-looking, nervous.......” Beside that, the writer also using a noun and pronoun to tell the story to the reader like : “.... a man with an air of mistery came in the door and went up to Hartley....”             Beside that the dramatic point of view, we can see that from the way the writer tells the story and using the scene of the story like the real situation in life. On the other hand, the writer also tells us abt the problem taht might be always found in our life, like looking for the nany or the cook for their house. Which is not always easy to find the good

ASSESSING SPEAKING

ASSESSING SPEAKING      There are four categories of listening performance assessment tasks. A similar taxonomy emerges for oral production. Imitative      At one end of a continuum of types of speaking performance is the ability to simply parrot back (imitate) a word or phrase or possibly a sentence. While this is a purely phonetic level of oral production, a number of prosodic, lexical, and grammatical properties of language may be included in the criterion performance .      We are interested only in what is traditionally labeled”pronunciation” no inferences are made about the test takers ability to understand or convey meaning or to participate in an interactive conversation. The only role of listening here is in the short-term storage of a prompt,just long enough to allow the speaker to retain the short stretch of language that must be imitated. Intensive      A second type of speaking frequently employed in assessment contexts is the production of short streches of oral language

INTRODUCTION TO LITERATURE

Ketika mempelajari karya sastra –yang disebut dengan introduction to literature dalam bahasa inggris-, kita pasti bertanya-tanya apa sih yang dipelajari dalam mata kuliah ini? Nah, saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini sedikit. Dari asal katanya ,  introduction to literature  memperkenalkan karya sastra bahasa inggris. Sebenarnya konsep dasar dari literature baik dari bahasa indonesia, bahasa inggris maupun bahasa lainnya itu sama.  Yang membedakan antara satu karya sastra dari karya sastra yang lainnya hanyalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra tersebut. Literature itu sendiri sering diebut dengan  work of art , dimana tulisan dibuat sedemikian rupa sehingga meninggalkan kesan seni didalamnya. Jenis-jenis karya sastra  dalam bahasa inggris yaitu  prose , roleplay dan poetry .  Prose atau prosa dalam bahasa indonesia terdiri dari novel, novella dan short story. Jenis karya sastra seperti ini biasa kita temukan, bukan?  Bagi anda yang memiliki hobi membac