POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
Berdasarkan uraian diatas kami mengambil judul “Poligami Menurut Perspektif Islam” agar pembaca mengetahui dan bertambah wawasan tentang poligami yang masih mejadi pro dan kontra masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sbagai berikut:
1. Bagaimana pengertian poligami dan pandangan para ulama mengenai poligami?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya poligami?
3. Bagaimana syarat-syarat berpoligami yang baik?
4. Bagaimana hikmah dari adanya poligami?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis sampaikan, maka dengan ini penulis menentukan tujuan dibuatnya makalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui pengertian poligami dan pandangan para ulama mengenai poligami.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya poligami.
3. Untuk mengetahui Syarat-syarat berpoligami yang baik sesuai dengan sar’i islam.
4. Untuk mengetahui hikmah yang terkandung dalam adanya poligami dalam islam.
2
Poligami merupakan pernikahan kepada lebih dari satu istri sekaligus. Dalam bahasa arab poligami lebih dikenal dengan ta’addud. Islam memperbolehkan poligami muslim beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya. Alloh SWT berfirman dalam QS. An- Nisa:3
Artinya :” Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS.An-Nisa:3).
2.2 Poligami Menurut Para Ulama
Menurut Prof. Dr. Musdih Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN syarif Hidayatullah, “Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-ekses yang ditimbulkannya.” Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang sangat krusial dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan tingginya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumahtangga dan penelantaran anak-anak.
Prof. Dr. Quraish Shibab menyatakan, “Poligami itu mirip dengan pintu darurat darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.” Hal serupa disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “Poligami tak ubahnya sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang membutuhkannya.” Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya tak perlu dikontradiksikan.”
Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama, “Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan umtuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia. Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap melakukannya, itu lain persoalan.”
Direktur utama Pusat Konsultasi Syariah, Dr. Surahman Hidayat, mengatakan , “Nikah itu baik poligami atau monogamy, tidak untuk menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya kebahagiaan, yang pada gilirannya terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah warahman.”
3
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Poligami
Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami.
2.3.1 Faktor-Faktor Biologis
a. Istri yang sakit
Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya.
b. Hasrat Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.
c. Rutinitas Alami Setiap Wanita
Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.
d. Masa Subur Pria Lebih Lama
Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita.
2.3.2 Faktor Internal Rumah Tangga
a. Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan, baik
kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya. Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan.
b. Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan serba terbatas, tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya, serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya. maka pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik, bisa saja terjadi poligami.
c. Kepribadian yang Buruk
4
Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.
2.3.3 Faktor Sosial
a. Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%. Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2 juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia siap nikah
b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi, melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.
c. Berkurangnya Jumlah Kuam Pria
Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya jumlah perempuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda. Lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi, memberi perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya, jika mereka terus menjanda? solusinya tida lain, kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka, atau duda, atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri. Itulah solusi yang lebih mulia, halal dan baradab.
d. Lingkungan dan Tradisi
Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami. Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
e. Kemampuan Ekonomi
Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.
2.4. Syarat-syarat Poligami
Beberapa ulama setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya adalah monogami (menikah dengan seorang saja).
5
Terdapat ayat yang mangandung peringatan agar tidak disalah gunakan. Ini semua bartujuan supaya tidak terjadi kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya. Sebagaimana talaq, begitu jugalah dengan poligami yang diperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realita keadaan masyarakat. Ini berarti poligami tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum muslimin.
Oleh karena itu, apabila seorang lelaki akan berpoligami hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Membatasi jumlah istri yang akan dinikahinya.
Syarat ini telah telah disebutkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya: “Maka menikahlah dengan siapa yang kamu inginkan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga, atau empat.”(QS. An-Nisa:3) Ayat diatas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu menikah tidak boleh lebih dari empat orang istri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristri satu, boleh dua,tiga, atau empat saja.
2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.
Tujuan pengharaman ini adalah untuk menjaga silaturahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah SAW bersabda : “Seungguhnya kalu kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturahim diantara sesama kamu.” (HR Bukhari&Muslim) Rasulullah juga memperkuat larangan ini, Bahawa Urnmu Habibah (Istri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya, Beliau menjawab:”Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (HR Bukhari&Muslim)
3. Disyaratkan berlaku adil,
Seperti dalam QS An Nisa:3 Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja. Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak bisa berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja. Para mufassir berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah berarti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara mutlak.
Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a. Berlaku adil terhadap diri sendiri
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b. Adil diantara para istri
6
Adil diantara istri-istri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam QS.An-Nisa:3. Namun, berlindung pada pernyataan itu pada kenyataannya, sebagaimana yang ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129). Artinya :” Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Rasulullah SAW juga bersabda : “Barangsiapa yang mempunyai istri, lalu dia cenderung kepada salah satu diantaranya dan tidak berlaku adil diantara mereka, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (HR. Ahmad bin Hambal).
Adil memberi nafkah
Dalam hal suami memberikan nafkah, hendaklah suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang istrinya. Memeberi nafkah lebih kepada seorang istri dari yang lain diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Prinsip adil ini tidak ada perbedaan diantara para istri. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai seorang istri.
Adil dalam menyediakan tempat tinggal
Para ulama sepakat mengatakan bahwa suami bertanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini semua dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan mereka.
Adil dalam giliran
Istri berhak mendapatkan giliran suaminya di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah istri-istri yang lain. Sekurang-kurangnya suami harus menginap di rumah seorang istri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga dengan istri-istri yang lain. Walaupun ada istri yang sedang haidh, nifas, ataupun sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Karena, tujuan pernikahan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk memenuhi nafsu, tapi bertujuan untuk menyempurnakan kasih sayang dan kerukunan antara suami dan istri.
Hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT QS. Ar-Ruum:21 Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Andaikan suami tidak bisa bersikap adil, maka Ia akan berdosa dan akan mendapatkan siksaan dari Allah SWT pada hari kiamat dengan tanda-tanda pinggangnya miring.
Hal ini disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya. Allah berifirman dalam QS. Az-Zalzalah:7-8 Artinya : “Barangsiapa yang
7
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.
c. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
4. Tidak menimbulkan mudharat bagi istri maupun anak.
Jadi, suami harus yakin bahwa pernikahannya yang baru tidak akan merugikan kehidupan istri serta anak-anaknya. Karena, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Mampu menafkahi(nafkah lahir), sebagaimana sabda Rasulullah:
“Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kamu yang mampu mengeluarkan nafkah,maka hendaklah kamu menikah. Dan siapa tidak mampu maka hendaklah berpuasa”. Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum laki-laki supaya menikah, tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak disarankan menikah walaupun dia seorang yang sehat lahir serta batinnya.
Oleh karena itu, untuk menahan nafsunya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang istri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib berlakunya suatu pernikahan, ketika suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi serta memberikan semuannya yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan dari kemampuan zahir atau lahir ialah :
1. Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum
2. Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar
3. Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan,dsb.
4. Sehat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang bisa menyebabkan Ia gagal dalam memenuhi tuntutan zahir yang lain.
5. Mempunyai kemampuan dalam hubungan suami istri.
2.5 Hikmah Diperbolehkannya Poligami
Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya Islam menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena itulah, Islam juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk semua zaman dan untuk semua umat manusia.Islam tidak membuat syariat untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain.
8
Islam telah mengukur kebutuhan individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadar kepentingan semua pihak. Ada diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul,
berpenyakit, atau sebab lainnya.
Ada satu diantara tiga pilihan bagi perempuan yang jumlahnya berlebih dibanding
dengan jumlah laki-laki:
1. Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan kenyataan pahit tidak mendapatkan jodoh.
2. Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang yang diharamkan.
3. Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang mampu memberi nafkah dan berlaku
baik. Tidak diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif yang adil, dan merupakan solusi terbaik terhadap permasalahan yang akan dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum islam, “ Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin “
Itulah poligami, yang tidak diterima orang-orang barat yang Nasrani itu. Mereka mencibir dan memperolok-olok kaum muslimin dengan syariat yang membolehkan poligami ini. Namun pada waktu yang bersamaan, mereka mengizinkan kaum lelakinya berhubungan dengan perempuan-perempuan nakal dan teman-eman hidup tanpa batas atau pun perhitungan, tidak berdasarkan pada undang-udang atau pun norma yang patut bagi perempuan dan keturunan yang dilahirkan, sebagai buah dari “poligami” atheis dan amoral.
9
1. Poligami merupakan pernikahan kepada lebih dari satu istri sekaligus. Dalam bahasa arab poligami lebih dikenal dengan ta’addud. Penulis menyimpulkan bahwa poligami itu pada dasarnya diperbolehkan dalam Islam apabila tujuannya baik dan sang suami dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya dan jumlah istrinya tidak melebihi 4 orang.
2. Banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami baik secara biologis, internal keluarga maupun factor social.
3. Islam memperbolehkan poligami muslim beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya.
4. Hikmah dari adanya poligami yaitu memberikan peluang bagi setiap perempuan dan laki-laki untuk melakukan pernikahan tanpa menyakiti slah satu pihak, baik pihak istri maupun pihak suami.
3.2 Saran
Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang yang melakukan poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas untuk melakukan poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan melakukan poligami apabila tidak dapat berlaku adil bagi istri-istrinya karena hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah pedih. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa beristri dua dan tidak berlaku adil pada keduanya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya miring sebelah.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim).
www.dokterbantal.tripod.com
www.islamhouse.com
http://www.mail-archive.com/perbendaharaan-list@yahoogroups.com/msg00460.html
Poligami adalah suatu tindakan yang sampai saat ini menjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat atau pandangan masyarakat. Sebagian mereka banyak yang menganggap kalau poligami itu merupakan suatu perbuatan negatif. Padahal pada hakekatnya poligami itu diperbolehkan dalam Islam. Poligammi dianggap menyakiti wanita dan hanya mneguntungkan kaum lelaki saja. Di Indonesia sendiri UU belum ada yang menjelaskan secara detail boleh tidaknya poligami dilakukan.
Tujuan berkeluarga adalah mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya Poligami, kebahagiaan dalam keluarga dapat sirna. Hal ini tentunya merugikan bagi istri dan anak-anaknya karena mereka khawatir suami tidak akan bisa berlaku adil terhadap istriistrinya. Pandangan masyarakat umum terhadap poligami beragam, ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju dengan poligami terlebih dengan wanita yang merasa dirugikan karna harus berbagi dengan orang lain.Berdasarkan uraian diatas kami mengambil judul “Poligami Menurut Perspektif Islam” agar pembaca mengetahui dan bertambah wawasan tentang poligami yang masih mejadi pro dan kontra masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sbagai berikut:
1. Bagaimana pengertian poligami dan pandangan para ulama mengenai poligami?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya poligami?
3. Bagaimana syarat-syarat berpoligami yang baik?
4. Bagaimana hikmah dari adanya poligami?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis sampaikan, maka dengan ini penulis menentukan tujuan dibuatnya makalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui pengertian poligami dan pandangan para ulama mengenai poligami.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya poligami.
3. Untuk mengetahui Syarat-syarat berpoligami yang baik sesuai dengan sar’i islam.
4. Untuk mengetahui hikmah yang terkandung dalam adanya poligami dalam islam.
2
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian PoligamiPoligami merupakan pernikahan kepada lebih dari satu istri sekaligus. Dalam bahasa arab poligami lebih dikenal dengan ta’addud. Islam memperbolehkan poligami muslim beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya. Alloh SWT berfirman dalam QS. An- Nisa:3
Artinya :” Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS.An-Nisa:3).
2.2 Poligami Menurut Para Ulama
Menurut Prof. Dr. Musdih Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN syarif Hidayatullah, “Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-ekses yang ditimbulkannya.” Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang sangat krusial dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan tingginya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumahtangga dan penelantaran anak-anak.
Prof. Dr. Quraish Shibab menyatakan, “Poligami itu mirip dengan pintu darurat darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.” Hal serupa disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “Poligami tak ubahnya sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang membutuhkannya.” Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya tak perlu dikontradiksikan.”
Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama, “Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan umtuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia. Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap melakukannya, itu lain persoalan.”
Direktur utama Pusat Konsultasi Syariah, Dr. Surahman Hidayat, mengatakan , “Nikah itu baik poligami atau monogamy, tidak untuk menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya kebahagiaan, yang pada gilirannya terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah warahman.”
3
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Poligami
Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami.
2.3.1 Faktor-Faktor Biologis
a. Istri yang sakit
Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya.
b. Hasrat Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.
c. Rutinitas Alami Setiap Wanita
Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.
d. Masa Subur Pria Lebih Lama
Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita.
2.3.2 Faktor Internal Rumah Tangga
a. Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan, baik
kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya. Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan.
b. Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan serba terbatas, tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya, serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya. maka pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik, bisa saja terjadi poligami.
c. Kepribadian yang Buruk
4
Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.
2.3.3 Faktor Sosial
a. Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%. Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2 juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia siap nikah
b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi, melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.
c. Berkurangnya Jumlah Kuam Pria
Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya jumlah perempuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda. Lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi, memberi perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya, jika mereka terus menjanda? solusinya tida lain, kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka, atau duda, atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri. Itulah solusi yang lebih mulia, halal dan baradab.
d. Lingkungan dan Tradisi
Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami. Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
e. Kemampuan Ekonomi
Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.
2.4. Syarat-syarat Poligami
Beberapa ulama setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya adalah monogami (menikah dengan seorang saja).
5
Terdapat ayat yang mangandung peringatan agar tidak disalah gunakan. Ini semua bartujuan supaya tidak terjadi kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya. Sebagaimana talaq, begitu jugalah dengan poligami yang diperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realita keadaan masyarakat. Ini berarti poligami tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum muslimin.
Oleh karena itu, apabila seorang lelaki akan berpoligami hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Membatasi jumlah istri yang akan dinikahinya.
Syarat ini telah telah disebutkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya: “Maka menikahlah dengan siapa yang kamu inginkan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga, atau empat.”(QS. An-Nisa:3) Ayat diatas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu menikah tidak boleh lebih dari empat orang istri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristri satu, boleh dua,tiga, atau empat saja.
2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.
Tujuan pengharaman ini adalah untuk menjaga silaturahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah SAW bersabda : “Seungguhnya kalu kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturahim diantara sesama kamu.” (HR Bukhari&Muslim) Rasulullah juga memperkuat larangan ini, Bahawa Urnmu Habibah (Istri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya, Beliau menjawab:”Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (HR Bukhari&Muslim)
3. Disyaratkan berlaku adil,
Seperti dalam QS An Nisa:3 Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja. Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak bisa berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja. Para mufassir berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah berarti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara mutlak.
Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a. Berlaku adil terhadap diri sendiri
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b. Adil diantara para istri
6
Adil diantara istri-istri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam QS.An-Nisa:3. Namun, berlindung pada pernyataan itu pada kenyataannya, sebagaimana yang ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129). Artinya :” Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Rasulullah SAW juga bersabda : “Barangsiapa yang mempunyai istri, lalu dia cenderung kepada salah satu diantaranya dan tidak berlaku adil diantara mereka, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (HR. Ahmad bin Hambal).
Adil memberi nafkah
Dalam hal suami memberikan nafkah, hendaklah suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang istrinya. Memeberi nafkah lebih kepada seorang istri dari yang lain diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Prinsip adil ini tidak ada perbedaan diantara para istri. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai seorang istri.
Adil dalam menyediakan tempat tinggal
Para ulama sepakat mengatakan bahwa suami bertanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini semua dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan mereka.
Adil dalam giliran
Istri berhak mendapatkan giliran suaminya di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah istri-istri yang lain. Sekurang-kurangnya suami harus menginap di rumah seorang istri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga dengan istri-istri yang lain. Walaupun ada istri yang sedang haidh, nifas, ataupun sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Karena, tujuan pernikahan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk memenuhi nafsu, tapi bertujuan untuk menyempurnakan kasih sayang dan kerukunan antara suami dan istri.
Hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT QS. Ar-Ruum:21 Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Andaikan suami tidak bisa bersikap adil, maka Ia akan berdosa dan akan mendapatkan siksaan dari Allah SWT pada hari kiamat dengan tanda-tanda pinggangnya miring.
Hal ini disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya. Allah berifirman dalam QS. Az-Zalzalah:7-8 Artinya : “Barangsiapa yang
7
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.
c. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
4. Tidak menimbulkan mudharat bagi istri maupun anak.
Jadi, suami harus yakin bahwa pernikahannya yang baru tidak akan merugikan kehidupan istri serta anak-anaknya. Karena, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Mampu menafkahi(nafkah lahir), sebagaimana sabda Rasulullah:
“Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kamu yang mampu mengeluarkan nafkah,maka hendaklah kamu menikah. Dan siapa tidak mampu maka hendaklah berpuasa”. Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum laki-laki supaya menikah, tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak disarankan menikah walaupun dia seorang yang sehat lahir serta batinnya.
Oleh karena itu, untuk menahan nafsunya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang istri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib berlakunya suatu pernikahan, ketika suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi serta memberikan semuannya yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan dari kemampuan zahir atau lahir ialah :
1. Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum
2. Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar
3. Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan,dsb.
4. Sehat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang bisa menyebabkan Ia gagal dalam memenuhi tuntutan zahir yang lain.
5. Mempunyai kemampuan dalam hubungan suami istri.
2.5 Hikmah Diperbolehkannya Poligami
Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya Islam menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena itulah, Islam juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk semua zaman dan untuk semua umat manusia.Islam tidak membuat syariat untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain.
8
Islam telah mengukur kebutuhan individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadar kepentingan semua pihak. Ada diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul,
berpenyakit, atau sebab lainnya.
Ada satu diantara tiga pilihan bagi perempuan yang jumlahnya berlebih dibanding
dengan jumlah laki-laki:
1. Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan kenyataan pahit tidak mendapatkan jodoh.
2. Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang yang diharamkan.
3. Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang mampu memberi nafkah dan berlaku
baik. Tidak diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif yang adil, dan merupakan solusi terbaik terhadap permasalahan yang akan dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum islam, “ Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin “
Itulah poligami, yang tidak diterima orang-orang barat yang Nasrani itu. Mereka mencibir dan memperolok-olok kaum muslimin dengan syariat yang membolehkan poligami ini. Namun pada waktu yang bersamaan, mereka mengizinkan kaum lelakinya berhubungan dengan perempuan-perempuan nakal dan teman-eman hidup tanpa batas atau pun perhitungan, tidak berdasarkan pada undang-udang atau pun norma yang patut bagi perempuan dan keturunan yang dilahirkan, sebagai buah dari “poligami” atheis dan amoral.
9
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan1. Poligami merupakan pernikahan kepada lebih dari satu istri sekaligus. Dalam bahasa arab poligami lebih dikenal dengan ta’addud. Penulis menyimpulkan bahwa poligami itu pada dasarnya diperbolehkan dalam Islam apabila tujuannya baik dan sang suami dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya dan jumlah istrinya tidak melebihi 4 orang.
2. Banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami baik secara biologis, internal keluarga maupun factor social.
3. Islam memperbolehkan poligami muslim beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya.
4. Hikmah dari adanya poligami yaitu memberikan peluang bagi setiap perempuan dan laki-laki untuk melakukan pernikahan tanpa menyakiti slah satu pihak, baik pihak istri maupun pihak suami.
3.2 Saran
Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang yang melakukan poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas untuk melakukan poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan melakukan poligami apabila tidak dapat berlaku adil bagi istri-istrinya karena hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah pedih. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa beristri dua dan tidak berlaku adil pada keduanya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya miring sebelah.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim).
DAFTAR PUSTAKA
www.konsultasisyariah.comwww.dokterbantal.tripod.com
www.islamhouse.com
http://www.mail-archive.com/perbendaharaan-list@yahoogroups.com/msg00460.html
Comments
Post a Comment