Skip to main content

MANUSIA DAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DI ERA GLOBALISASI

MANUSIA DAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DI ERA GLOBALISASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lingkungan (milleu) memiliki hubungan dengan manusia. Lingkungan memengaruhi sikap dan perilaku manusia, demikian pula kehidupan manusia akan memengaruhi lingkungan tempat hidupnya. Hubungan antara lingkungan dan kehidupan manusia sudah diakui para pemikiraan tokoh dunia sejak dahulu.
Aristoteles mengatakan manusia dipengaruhi oleh aspek geografi dan lembaga politik. Montesquieu menyatakan bahwa iklim mempengaruhi perilaku politik dan semangat manusia. Arnold Toynbee menyatakan peradban manusia akan tumbuh pada lingkungan yang sukar dan penuh tantangan sehingga melahirkan elan vital. Henry Thomas Bucle mentakan bahwa iklim, tanaman, dan tanah saling berkaitan dalam memengaruhi karakter dan sifat manusia.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan (tanah, iklim, topografi, sumber daya alam) dapat menjadi prakondisi bagi sifat dan perilaku manusia. Lingkungan menjadi salah satu variabel yang memengaruhi kehidupan manusia. Manusia pun dapat memengaruhi lingkungan demi kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Pada era informasi ini, semuanya menjadi serba yaitu serba murah cepat, tepat, dan akurat. Teknologi Komunikasi mutakhir telah menciptakan apa yang disebut "publik dunia". Bersamaan dengan perkembangan komunikasi ini, meningkat pula kecemasan tentang efek media massa terhadap masyarakat (khalayak). Di era globalisasi saat ini media massa mempunyai peranan penting dalam membentuk pola hidup masyarakat. Media menjadi patokan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, terutama bagi masyarakat informasi, mereka dengan mudah dapat mengakses segala informasi yang mereka butuhkan.
Bab ini mengkaji manusia dan komunikasi lintas budaya di era globalisasi. Uraiannya mencakup : definisi manusia dan komunikasi, komunikasi lintas budaya dan contoh kasus mengenai komunikasi lintas budaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah definisi manusia dan komunikasi lintas Budaya?
2
2. Bagaimanakah hubungan antara manusia dan komunikasi lintas budaya?
3. seperti apakah contoh kasus mengenai komunikasi lintas budaya di era globalisasi?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat di tarik tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dafinisi manusia dan komunikasi lintas budaya.
2. Untuk mengetahui hubungan antara manusia dan komunikasi lintas budaya.
3. Untuk mengetahui sperti apakah contoh kasus mengenai komunikasi lintas budaya di era globalisasi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia dan Komunikasi Lintas Budaya di Era Global
Ciri khas manusia ialah bahwa ia merupakan “Animal Symbolicum”, makhluk yang mengerti serta membentuk simbol. Bagi binatang yang bertaraf lebih tinggi hanya akan mengenal ada tanda saja, tetapi bagi manusia mengenal simbol. Manusia tidak dapat diartikan sebagai subtansi, tetapi harus dimengerti melalui tingkah lakunya yang fungsional. Kita harus mempelajari manusia melalui ciptaan-ciptaannya sebagai makhluk simbolis, karena dengan memanfaatkan sistem simbol yang beraneka ragam, dapat melihat keanekaragamaan manusia dalam memamandang dunianya.
 Manusia Makhluk Simbolik dan Makhluk Komunikasi.
Manusia saat diciptakan sudah diberi kemampuan untuk mengenal lambang dalam mengelola alam semesta ini. Sebagai makhluk lambang maka manusia juga merupakan makhluk simbolik untuk mengenali sesuatu dengan simbol-simbol. Sebagai contoh : masyarakat sudah sepakat jika mereka menemukan lampu merah menyala diperempatan jalan, maka yang berkendaraan akan berhenti, di Salatiga bendera hitam menandakan kedukaan, sementara bagi masyarakat Solo mereka menggunakan bendera kuning sebagai simbol duka.
 Definisi Komunikasi
Berikut merupakan definisi komunikasi dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian komunikasi secara etimologis : suatu usaha yang bertujuan menggapai kebersamaan atau kesamaan makna.
2. Pengertian komunikasi secara terminologis : proses penyampaian informasi oleh sesorang untuk oarang lain.
3. Paradigma Lasswell bahwa komunikasi meliputi lima unsur : Komunikator : Seseorang yang menjadi sumber informasi. Komunikan : Orang yang berposisi sebagai penerima pesan. Pesan : isi atau informasi yang disamapaikan dalam proses komunikasi. Media atau Medium : alat bantu yang dipakai oleh komunikator.
4
Feedback atau Umpan Balik : tanggapan respon dari komunikan tentang apa yang disampaikan oleh komunikator.
Komunikasi adalah “Proses penyampaian pesan dari komunikator kepada kamunikan dengan menggunakan media tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu”. Efek yang di maksud adalah bahwa proses komunikasi dapat mempengaruhi perilaku, cara hidup, dan nilai yang ada. Dari penjelasan di atas akan timbul masalah yang menonjol dalam proses komunikasi yaitu perbandingan antara pesan yang di sampaikan dengan pesan yang di terima. Informasi yang baik adalah tidak bergantung pada jumlahnya tapi sejauh mana pesan dapat dimengerti, dengan tujuan mewujudkan komunikasi yang efektif dan efisien.
 Tujuan Komunikasi
Berikut ada beberapa tujuan dalam komunikasi, yaitu :
1. Menginformasikan, pada tahap ini tujuan yang diharapkan hanya sebatas transfer pengetahuan saja. Contoh : saat mengikuti perkuliahan, seminar, menonton TV(berita/informasi media elektronik), dan sebagainya.
2. Meyakinkan, pada tahap ini komunikasi tidak hanya sekedar transfer pengetahuan yang menjadi seseorang dari tidak tahu menjadi tahu tetapi sudah sampai pada menyakinkan komunikan. Contoh : pada saat kuliah mahasiswa yang kurang mengerti(materi yang didapatkan) sebaiknya aktif bertanya kepada dosen tersebut.
3. Membujuk, setelah komunikan yakin tentang pesan yang diterima maka dia akan terbujuk untuk melakukan tindakan seperti apa yang diharapkan komunikator, komunikan merasa tergerak untuk melakukan, bahkan kalau keyakinan yang diterima sangat kuat seolah-olah menjadikan dirinya tidak tenang kalau tidak melakukan. Contoh : Seorang dosen yang meminta mahasiswa untuk lebih aktif dalam menulis karya ilmiah dengan meminta mahasiswa mengikuti lomba program kreatifitas mahasiswa, kemudian mahasiswa yang mengikuti lomba tersebut akan ditambah nilai plus.
4. Menginspirasi, tujuan komunikasi pada tahap ini merupakan tujuan yang ideal kalau bisa dicapai, karena pesan yang disampaikan komunikator tidak hanya sebatas diterima sebagai pengetahuan dan pengalaman baru tetapi bisa menjadi sumber inspirasi bagi komunikan untuk melakukan sesuatu yang lebih. Contoh: seorang dosen yang memberikan informasi secara detail tentang kegiatan PKM kepada mahasiswa supaya mahasiswa mau berperan serta dalam suatu kegiatan tersebut.
5. Menghibur, tidak boleh dilupakan bahwa setiap orang membutuhkan rasa aman, nyaman, tidakterancam.
5
Contoh: menciptakan suasana yang menyenangkan saat berbicara dengan orang lain atau mengetahui.
 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif
Beberapa factor yang mempengaruhi komunikasi agar efektif yaitu :
1. Komunikator : Percaya diri, sebagai komunikator kepercayaan diri menjadi penting karena pada saat proses komunikasi berlangsung komunikan menaruh perhatian kepadanya dan sangat berharap ada keuntungan yang didapat.
2. Komunikan : Siapa, jenjang pendidikan, profesi, berapa jumlah orang, baerapa usia rata-rata, ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dimunculkan tatkala kita akan berbicara kepada komunikan.
3. Pesan : Penguasaan pesan,keterikatan dengan pesan.
4. Media : Ketepatan pemilihan media.
5. Feedback : Positif, negatif.
 Jenis Komunikasi
Jenis-jenis komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi tertulis adalah proses penyampaian pesan secara tidak langsung kepada komunikan. Kelebihan : memberikan catatan-catatan dan referensi yang resmi dan otentik, kita dapat mempersiapkan terlebih dahulu pesan yang akan disampaikan dengan cermat dan sistematis. Kelemahan : kita memperoleh umpan baliknya tidak secara langsung.
2. Komunikasi tidak tertulis adalah proses penyampaian pesan secara langsung kepada komunikan. Kelebihan : memberi pertukaran pesan yang cepat dengan umpan balik secara cepat. Kelemahan : kita perlu menjaga keserasian antara ucapan yang kita lontarkan dengan ekspresi dan bahasa tubuh kita.
B. Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat perhatiannya terletak pada cara manusia berkomunikasi dengan melintasi komunitas manusia dengan menggunakan kode-kode pesan secara verbal maupun non-verbal. Komunikasi antar budaya merupakan komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, bisa berbeda secara ras, etnis, atau sosio-ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.
6
Komunikasi adalah budaya dan budaya adalah komunikasi karena pada dasarnya budaya berkembang melalui proses komunikasi dan sebaliknya dalam berkomunikasi tersirat perilaku budaya seseorang. Manifestasi budaya tidak akan dapat ditransmisikan tanpa komunikasi. Oleh karena itu, Fiske (20110) menyatakan bahwa komunikasi menjadi sentral bagi keberlangsungan kehidupan budaya; tanpa komunikasi kebudayaan jenis apapun akan mati. komunikasi antarbudaya adalah proses penyampaian pesan secara lisan, tulisan ataupun simbol-simbol antar pribadi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
1. Tujuan Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya dilatarbelakangi dengan beberapa hal (Litvin, 1977)
 Dunia semakin menyusut, memahami keanekaragaman semakin penting, karena dengan „‟menyusutnya‟‟ dunia pertemuan orang-orang berlainan budaya sangat dimungkinkan.
 Semua budaya berfungsi penting bagi penganut budayanya, tidak ada budaya yang tidak bernilai bagi penganutnya.
 Nilai-nilai setiap masyarakat “sebaik” nilai-nilai masyarakat lainnya, oleh karenanya memahami nilai budaya lain sangat penting dilakukan saat berkomunikasi.
 Setiap individu atau masyarakat berhak menggunakan nilai-nilai yang menjadi muatan budayanya.
 Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berbeda dan patut dihormati.
 Pemahaman atas nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk memahami nilai budaya lain.
 Memperkecil kecurigaan dan rasa khawatir terhadap “ancaman” dari budaya lain.
 Dapat menyenangkan dan menumbuhkan kepribadiaan yang matang.
 Terampil dan meningkatkan komunikasi monokultrural dan multikultural.
 Adanya perbedaan kebudayaan menuntut kebutuhan komunikasi yang saling memahami.
 Komunikasi yang efektif akan tercipta kalau ada pemahaman antar budaya.
2. Model Komunikasi Lintas Budaya
 Keterangan skema antara budaya A atau B dengan budaya C :
Seorang komunikator akan melakukan komunikasi dengan budaya lain hendaknya komunikator meninggalkan sejenak budayanya untuk berusaha menyesuaikan dengan budaya komunikan, dengan demikian pada saat kita melakukan proses komunikasi kita sudah ada dalam suatu budaya, satu pandangan, satu perspektif. Contoh : apabila ada orang Sumba yang dibesarkan dalam budaya Sumba, lalu pergi
7
merantau ke Jawa (Salatiga) untuk kuliah, meskipun dia sudah cukup lama berbaur dengan budaya Jawa tetapi budaya Sumbanya tidak akan hilang.
 Keterangan skema antara Budaya A dan budaya B :
Pada skema di atas terlihat perubahan antara budaya A dan budaya B lebih kecil dan jaraknya pun lebih dekat dibandingkan dengan jarak dan perubahan budaya A atau budaya B dan budaya C. Contoh : budaya orang Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat) banyak kemiripan dan masing-masing hampir memiliki bentuk yang sangat sama jika digambarkan.
3. Komunikasi Lintas Budaya diEra Globalisasi
Beberapa ciri dari era globalisasi informasi :
 Masyarakat global ditandai dengan semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Globalisasi informasi menembus batas-batas budaya.
 Kemajuan teknologi komunikasi memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan satu dengan yang lain, sehingga jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi.
Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan kita kepada tranformasi. Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang perubahan masyarakat industry kemasyarakat informasi, diantaranya :
 Masyarakat informasi merupakan realitas ekonomi
 Inovasi dibidang komnikasi dan teknologi computer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan informasi.
 Teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industry yang secara perlahan melahirkan aktifitas dalam proses produksi yang baru.
 Didalam masyarakat informasi, individu yang meinginkan kemampuan menulis dan membaca yang lebih bagus, bias mendapatkan system pendidikan yang lebih bagus dari system yang terdahulu.
 Keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.
 Perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi yang semakin canggih memberi kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada.
 Semakin tajamnya kesejangan atau gap antara negaraindustri dengan Negara berkembang.
8
C. Jenis-jenis konteks budaya komunikasi
Ada beberapa konteks komunikasi budaya di dunia ini. Masing-masing jenis harus kita ketahui barang sedikit sehingga kita tidak terhindar dari konflik hanya karena salah menangkap makna komunikasi dari orang yang mempunyai budaya komunikasi lain. Ada dua jenis budaya dalam berkomunikasi, yaitu high culture context dan low culture context. Kedua jenis konteks berkomunikasi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut (Nishimura et al., 2009):
a. High Context Culture (budaya dengan konteks tinggi): budaya ini sangat bergantung pada isyarat non-verbal dan halus dalam komunikasi. Apa yang disampaikan belum tentu maknanya seperti yang terungkapkan. Dalam budaya Jawa, hal yang seperti ini sangat sering digunakan. Orang berkomunikasi dengan sanepa, isyarat mata, bahasa tubuh, dan lain-lain.
b. Low Context Culture (budaya dengan konteks rendah): budaya yang ini sangat bergantung pada kata-kata untuk menyampaikan makna dalam komunikasi. Apa yang disampaikan, maknanya dengan dengan ucapan verbal. Oleh karena itu, biasanya orang dengan budaya seperti ini akan betul-betul memperhatikan apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya.
 Variasi komunikasi antar budaya
Komunikasi verbal : Dalam komunikasi verbal, pilihan kata yang digunakan dapat memengaruhi baik tidaknya komunikasi kita. Meskipun disuatu daerah kata-kata yang digunakan dianggap normal, ada kemungkinan ditempat lain kata-kata tersebut dianggap kurang sopan atau kasar, sehingga ada kemungkinan akan menyebabkan ketersinggungan. Volume dan nada suara juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi kita. Volume suara yang keras bisa menandakan ketegasan, yang lemah berarti kurang tegas. Nada suara tinggi secara umum dianggap sedang marah dan lain sebagainya.
Non-verbal : tidak kalah menentukan dalam keberhasilan berkomunikasi adalah komunikasi non-verbal. Pada saat kita berkomunikasi dengan orang lain harus diperhatikan: ruang pribadi (beberapa kebudayaan tidak suka apabila kita berbicara terlalu dekat jaraknya, sementara yang lain lebih suka kalau saling berdekatan), sentuhan (sentuhan di beberapa bagian tubuh merupakan penghinaan bagi beberapa budaya, sentuhan antara lelaki dan perempuan juga harus diperhatikan), ekspresi wajah (bisa menunjukkan emosi kita), kontak mata (orang-orang berkebudayaan barat lebih menginginkan kita untuk menatap mata mereka apabila sedang berbicara karena itu menunjukkan keseriusan kita), sikap tubuh (termasuk cara duduk, posisi tangan ketika berbicara, dll).
9
 Culture shock (gegar budaya)
Culture shock (gegar budaya) adalah satu hal yang juga perlu diperhatikan ketika seseorang, termasuk dosen, akan melakukan studi lanjut ke luar negeri. Gegar budaya sering menjadi batu sandungan seorang dosen ketika sedang melaksanakan tugas belajar di luar negeri. Culture shock seringkali dianggap sebagai hal yang wajar bagi sebagian besar orang, namun hal tersebut tidak boleh dianggap remeh karena dapat memicu timbulnya depresi akut bagi sebagian orang. Culture shock sangat berkaitan dengan keadaan dimana ada kekhawatiran dan galau berlebih yang dialami orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing. Biasanya, orang yang mengalami culture shock adalah mereka yang relatif labil dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang berbeda dengan yang biasanya terdapat di tanah air, seperti lingkungan rumah, jenis makanan yang berbeda, suasana kampus dan perkuliahannya, pergaulan dengan orang-orang yang tidak sesuai harapan dikenal menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya gejala culture shock.
 Tahapan timbulnya culture shock, yaitu:
1. The honeymoon phase (fase bulan madu)
Dalam fase ini, orang yang sedang studi lanjut di luar negeri biasanya akan merasa bahagia setibanya di negara yang baru, apalagi negara yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Biasanya, semua hal yang baru terasa menarik dan menyenangkan.
2. The crisis phase (fase krisis)
Dalam fase ini, perbedaan di negara baru mulai terasa tidak pas atau membosankan. Hal yang tidak pas ini bias berupa makanannya (kesulitan mencari makanan yang sesuai dengan lidah, kesulitan mencari bahan makanan yang halal, dll), bahasa yang susah dimengerti (terutama di negara yang tidak berbahasa Inggris), pergaulan dengan lingkungan yang baru serta kebiasaan-kebiasaan baru serta mulai kesepian karena jauh dengan kerabat. Dalam fase ini sering sekali terjadi benturan-benturan seperti yang dianalogikan dengan dua gunung es bertabrakan di atas.
3. The adjustment phase (fase penyesuaian)
Fase ini sangat penting karena sukses tidaknya kita melewati masa gegar budaya tergantung dari kemampuan kita untuk melakukan penyesuaian. Dalam fase ini, diharapkan dosen yang sedang studi lanjut sudah mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan di negara baru dan mencari jalan untuk melakukan penyesuaian.
4. Bi-cultural phase (fase dwi budaya)
10
Setelah sukses melewati fase-fase sebelumnya, dosen yang studi lanjut di luar negeri akan mengalami fase ini. Yang bersangkutan sudah bisa merasa nyaman hidup dengan dua kebudayaan sekaligus (bias menyesuaikan). Meskipun demikian, harus ada keseimbangan antara memahami kebudayaan asing tanpa meninggalkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Karena gegar budaya ini adalah persoalan “non-teknis” yang dapat menghambat kesuksesan seorang dosen melaksanakan studi lanjut di luar negeri, adalah penting untuk mengetahui beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai antisipasi atau meminimalisisr dampak gegar budaya.
 Dari beberapa pengalaman, ada beberapa cara untuk mengatasi culture shock ini:
1. Menambah wawasan mengenai negara tujuan kuliah. Cara terbaik adalah dengan membaca buku panduan tentang negara tujuan, bertanya kepada orang yang pernah tinggal di sana, maupun browsing informasi di internet. Jangan pernah dibayangkan bahwa kehidupan di luar negeri seperti yang kita lihat di film maupun di televise. Hal tersebut untuk menghindari kekecewaan maupun kesalahpahaman karena apa yang kita bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Mencari informasi mengenai budaya, kebiasaan hidup, olahraga yang populer di negara tujuan hingga topik pembicaraaan sehari-hari serta bahasa tubuh yang biasa digunakan di negara tersebut.
3. Setibanya di negara tujuan, segera berusaha mengenali kehidupan setempat dan ketahui tempat-tempat penting seperti kantor pos, took makanan, dokter, dan kantor pelayanan mahasiswa internasional. Jika ada sesuatu ada yang tidak berjalan sesuai rencana, harus berani bertanya tentang keadaan dan adat di tempat baru. Dibiasakan untuk membaca koran lokal sehingga tahu topik pembicaraan yang sedang hangat dan bisa didiskusikan. Hal ini dapat membantu mempercepat penyesuaian pergaulan dengan lingkungan yang baru.
D. Contoh Kasus Komunikasi Lintas Budaya
Berikut ini merupakan contoh kasus komunikasi lintas budaya yang terjadi di beberapa daerah sebagai berikut:
 Di Spanyol, orang berjabat tangan paling lama antara lima sampai dengan tujuh ayunan, melepas jabat tangan segera dapat diartikan sebagai suatu bentuk penolakan. Sedangkan di Perancis, orang berjabat tangan cukup dengan hanya sekali ayunan atau gerakan.
 Hari itu saya pergi ke masjid dekat rumah kontrakan untuk sholat jumat, karena agak terlambat akhirnya saya kebagian di teras dekat bedug. Setelah sholat sunat saya
11
bersalaman dan duduk, tetapi tidak lama kemudian saya melihat orang tua yang berkata sambil agak mebentak ke anak-anak yang kebetulan saat itu banyak anak-anak yang duduk dekat tiang bedug yang ngobrol sambil beracanda. Ini perkataan orang tua ke anak-anak yang sedang ngobrol: Hey dak ulang deukeut teuing tihang, “mantog” geura, itu katanya. Saya mendengar dan sedikit agak bingung juga karena saya pikir kenapa Anak yang mau sembahyang disuruh “mantog” (dalam bahasa sunda di Bandung mantog adalah bahasa kasar yang artinya pulang atau pergi). Besoknya saya menceritakan kejadian di masjid mengenai anak yang di bilang mantog ke teman kerja saya yang sudah lama bekerja. Setelah saya cerita ternyata teman saya malah tertawa,…. Saya bingung ko cerita begitu malah ditertawakan, saya desak untuk menjawabnya. Dan akhirnya selesai dia ketawa lalu menjelaskan maksud dari kata mantog. Dan akhirnya saya juga ikut tersenyum karena sikap saya tentang kata mantog, ternyata mantog di Bandung bukan berarti mantog di Rangkas, mantog di Rangkas artinya terbentur (ti dagor) jadi yang dimaksud di atas artinya “Jangan dekat kayu penyangga bedug nanti terbentur kayu”.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat perhatiannya terletak pada cara manusia berkomunikasi dengan melintasi komunitas manusia dengan menggunakan kode-kode pesan secara verbal maupun non-verbal. Komunikasi antar budaya merupakan komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, bisa berbeda secara ras, etnis, atau sosio-ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.
Ada beberapa konteks komunikasi budaya di dunia ini. Masing-masing jenis harus kita ketahui barang sedikit sehingga kita tidak terhindar dari konflik hanya karena salah menangkap makna komunikasi dari orang yang mempunyai budaya komunikasi lain.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis sampaikan, maka penulis menyarankan kepada semua pihak agar menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis pun menyadari betul kekurangan penulis dalam menyusun makalah ini. Namun, penulis berharap agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan pembaca. Baik dalam bidang pendidikan, praktis maupun hal lainnya.
iii
DAFTAR PUSTAKA
Http://blog-estrybima.blogspot.com
http://ashadisiregar.files.wordpress.com
http://nenisunartibako.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal

Comments

Popular posts from this blog

The analysis of short story girl by o henry

The analysis of short story girl by o henry 1. the point of view             The point of view that used in this short story is the 3rd person point of view and the dramatic. The third point of view because the writer mention the name of the characters in the short stories like: “......... robbins, fifty, something of an overweight beau, and addicted to first nights.... and Hartley, twenty-nine, serious, thin, good-looking, nervous.......” Beside that, the writer also using a noun and pronoun to tell the story to the reader like : “.... a man with an air of mistery came in the door and went up to Hartley....”             Beside that the dramatic point of view, we can see that from the way the writer tells the story and using the scene of the story like the real situation in life. On the other hand, the writer also tells us abt the problem taht might be always found in our life, like looking for the nany or the cook for their house. Which is not always easy to find the good

ASSESSING SPEAKING

ASSESSING SPEAKING      There are four categories of listening performance assessment tasks. A similar taxonomy emerges for oral production. Imitative      At one end of a continuum of types of speaking performance is the ability to simply parrot back (imitate) a word or phrase or possibly a sentence. While this is a purely phonetic level of oral production, a number of prosodic, lexical, and grammatical properties of language may be included in the criterion performance .      We are interested only in what is traditionally labeled”pronunciation” no inferences are made about the test takers ability to understand or convey meaning or to participate in an interactive conversation. The only role of listening here is in the short-term storage of a prompt,just long enough to allow the speaker to retain the short stretch of language that must be imitated. Intensive      A second type of speaking frequently employed in assessment contexts is the production of short streches of oral language

INTRODUCTION TO LITERATURE

Ketika mempelajari karya sastra –yang disebut dengan introduction to literature dalam bahasa inggris-, kita pasti bertanya-tanya apa sih yang dipelajari dalam mata kuliah ini? Nah, saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini sedikit. Dari asal katanya ,  introduction to literature  memperkenalkan karya sastra bahasa inggris. Sebenarnya konsep dasar dari literature baik dari bahasa indonesia, bahasa inggris maupun bahasa lainnya itu sama.  Yang membedakan antara satu karya sastra dari karya sastra yang lainnya hanyalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra tersebut. Literature itu sendiri sering diebut dengan  work of art , dimana tulisan dibuat sedemikian rupa sehingga meninggalkan kesan seni didalamnya. Jenis-jenis karya sastra  dalam bahasa inggris yaitu  prose , roleplay dan poetry .  Prose atau prosa dalam bahasa indonesia terdiri dari novel, novella dan short story. Jenis karya sastra seperti ini biasa kita temukan, bukan?  Bagi anda yang memiliki hobi membac