KATAK
HENDAK JADI LEMBU
A. SINOPSIS
Novel Katak Hendak Jadi
Lembu, karya Nur St. Iskandar (Balai Pustaka: 1935) ini adalah sebuah novel
yang tidak pernah usang termakan jaman. Buku ini dicetak ulang yang ke-13 untuk
memenuhi permintaan peminat baru dan lama. Banyak pesan moral yang dapat kita
ambil dari novel ini.
Katak Hendak Jadi Lembu
mengisahkan tentang seorang pemuda yang bernama Suria, anak Haji Zakaria yang
kaya raya. Haji Hasbullah yakni ayah dari Zubaidah (Edah) mendapatkan lamaran
dari sahabat karibnya yaitu Haji Zakaria yang mempunyai anak tunggal bernama
Suria. Sebenarnya, Haji Hasbullah ingin menikahkan anaknya itu kepada Raden
Prawira, anak jaksa kepala. Tetapi, tiba-tiba Haji Zakaria memohon untuk
menikahkan anaknya dengan anak Haji Hasbullah. Karena Haji Zakaria adalah
sahabat karibnya, ia tak ingin membuat sahabatnya putus harapan, lalu ia
kabulkan permintaan Haji Zakaria, meskipun dia tahu bahwa Suria adalah anak
yang manja dan sombong. Zubaidah adalah gadis yang berparas cantik dan berbudi
baik yang selalu menuruti perkataan ayahnya, sehingga apa yang diinginkan
ayahnya dia turuti, termasuk menyetujui untuk di nikahkan dengan Suria.
Pernikahan tanpa ada rasa
cinta dan kasih sayang dari kedua belah pihak membuat rumah tangga tidak
harmonis. Dengan dasar itu membuat petaka bagi Edah. Dulu Suria menikah dengan
Zubaidah karena dia tahu bahwa ayah Zubaidah adalah teman dari ayahnya yang
sama kaya. Sepeninggalan ayahnya, Suria memanfaatkan harta warisan itu untuk
berfoya-foya selama tiga tahun sembari meninggalkan Zubaidah yang telah
melahirkan anak pertama yang bernama Abdulhalim. Ketika harta ayahnya habis
Suria kembali pada Zubaidah dan meminta maaf atas perbuatan yang telah ia
perbuat, dia mengaku perbuatannya salah dan tidak akan mengulanginya lagi.
Suria bekerja sebagai
Mantri di Kabupaten Sumedang, tapi gayanya selangit. Ia sering memerintah para
pesuruh dengan seenaknya, ingin selalu dilayani. Padahal gajinya tak seberapa
untuk menopang gaya hidupnya yang "besar pasak daripada tiang" itu. Akhirnya
sang istrilah, yang harus menanggung beban gaya hidup suaminya itu. Hutang di
warung semakin menumpuk, dan kelakuan Suria justru tak semakin surut. Zubaidah
sering mengirim surat kepada ayahnya untuk meminta dikirimkan uang untuk biaya
sekolah anak-anaknya dan menggantikan hutang yang seringkali para penagih
mendatangi rumahnya. Tepapi Suria tidak memikirkan hal itu dan acuh kepada
hutang yang dia buat.
Hartanya sudah sangat
menipis karena ia menghabiskan uangnya untuk membeli barang-barang yang ia
inginkan, pikirnya ia akan naik pangkat jadi klerk atau juru tulis yang
menjanjikan gaji lebih besar. Di sini Suria mendapat saingan berat dari seorang
anak muda berbakat, Kosim. Meskipun Suria telah menjelek-jelekan Kosim kepada
atasnnya dan dia percaya diri, bahwa ialah yang paling tahu seluk beluk dari
kantor itu dan ia yakin bahwa ia akan naik pangkat. Singkatnya malah Kosim yang
mendapat jabatan sebagai klerk, dan Kosim berhasil menikah dengan anak Haji
Junaedi, Fatimah. Asalnya Suria pun ingin menikahi Fatimah karena ia ingin
mengambil hartanya.
Abdulhalim akhirnya
dipindahkan ke rumah kakeknya dan disekolahkan di sekolah Belanda, lalu di
lanjutkan ke sekolah bergengsi di Bandung. Tidak lama dari itu lahirlah anak
kedua dan ketiga yang bernama Saleh dan Aminah yang di sekolahkan di HIS
(Hollandsch Inlandsche School). Itu semua dilakukan Suria hanya ingin dipandang
dan dihormati masyarakat tanpa memandang penghasilan yang tidak cukup
untuk menutupi kehidupan sehari-hari, hutang pun hari demi hari semakin
menumpuk.
Karena Suria tidak naik
pangkat dan hutang pun semakin menumpuk ia jadi gelap mata, ia mengambil uang
kas dari kantornya. Atasannya mengetahui tindakan Suria, dan ia dipecat dari
kantornya, yang sebenarnya itu semua telah direncanakan Suria untuk menutupi
hutang-hutannya. Setelah itu ia akan pindah bersama keluarganya ke Bandung di
rumah Abdulhalim yang telah bekerja dengan penghasilan menjanjikan.
Sebagai seorang anak
berbaikti kepada orang tua sudah sepantasnya mengurus orang tua yang sudah tidak
mampu mencari nafkah, dengan senang hati Abdulhalim menerima kedatangan
keluarga orang tua nya. Tidak tau diri Suria di keluarga Abdulhalim malah
semena-mena dan bersikap berkuasa kepada keluarga Abdulhalim. Padahal makan,
minum dan sebaginya di biayai oleh Abdullhalim. Mula-mula Abdulhalim senang dan
riang dengan kedatangan keluarga ibu-ayahnya dan adik-adiknya. tetapi lama
kelamaan Abdulhalim menjadi singkat sungu: marah-marah tak karuan. Zubaidah
sangat mengerti perasaan Abdulhalim yang merasa terusik atas kedatangan
keluarganya, Zubaidah makin hari kondisinya semakin buruk dengan muka pucat dan
kurus. Zubaidah semakin tertekan hidupnya, karena Suria mengkekang kehidupan
keluarga anaknya yang baru mulai membina rumah tangga dan ia pun mengetahui berita
dari Sumedang tentang kelakuan dan perbuatan suaminya yang hendak ingin kawin
dengan seorang gadis beserta mencuri uang kas "dana kantor". Tak kuat
menanggung derita, pada petang Kamis malam Jumat, sesudah orang sembahyang Isa,
Zubaedah meninggal dunia karena penyakit jantung.
Suria baru menyadari
kesalahan yang telah dia buat selama ini setelah meninggal istrinya. Tapi itu
semua sudah terlambat, jalan hidup Suria selanjutnya menjadi semakin kelam
serta rasa malu yang menghantuinya. Bagai orang yang sedang menggapai-gapai
sesuatu yang berada jauh dari jangkauan tangannya. Bagai katak hendak
jadi lembu. Sekarang ia tidak tahu akan pergi kemana. Ia meninggalkan
keluarganya dan tak tahu pergi kemana. Wallahu alam. Allah yang mahakuasa dan
mengetahui segala hal-ihwal hamba-Nya!
B. UNSUR INTRINSIK
B. UNSUR INTRINSIK
- Tema: syukuri apa yang ada
- Penokohan
- Suria : sombong, suka berfoya-foya, angkuh,
egois
- Zubaidah: sabar, baik, penurut
- RM. Kosim: baik, sopan, ramah
- Patih R.Atmadi Nata: baik
- Haji Junaedi: baik, sopan, ramah
- Haji Zakaria: pede, pemaksa
- Protagonis: Zubaidah, Abdulhalim
- Antagonis: Suria
- Plot/Alur
- Alur yang digunakan adalah alur maju
- Setting/Latar
- Waktu: Pagi, siang, sore, malam
- Tempat: Sumedang, Tasik, Rumah Abdulhalim,
Kantor
- Suasana
- Sedih: saat wajah Zubaidah menangis
- Tegang: naik darah Abdulhalim
- Sudut Pandang : Sudut
pandang orang ketiga, karena ada kata "dia/ia/nama tokoh"
- Amanat
- harta dan pangkat bukanlah segalanya, semua itu
bisa hilang begitu saja
- harus mempunyai pendirian
- jangan terlalu memanjakan anak
- memikirkan matang-matang apa yang akan terjadi
selanjutnya
- sukuri apa yang ada hidup adalah anugrah
C. UNSUR EKTRINSIK
- Nilai
- Nilai Agama
- Syukurilah nikmat yang telah diberikan Tuhan
- Nilai Sosial
- Jangan merendahkan orang lain
- Jangan memberatkan orang lain dengan
keinginankita.
- Nilai Moral
- Jangan mempunyai sifat sombong dan angkuh
- Janganlah mengambil barang yang bukan hak nya
- Latar Belakang Penulis ( Nur Sutan Iskandar )
Nur Sutan Iskandar ketika kecil bernama Muhammad Nur dan setelah
beristri diberi gelar Sutan Iskandar. Ini sesuai dengan adat Minangkabau dari
mana pengarah berasal. Pujangga yang menulis tak kurang dari 80 judul buku
lahir di Sungaibatang, Minanjau, tanggal 3 November 1893. Setelah menempa ilmu
di Melayu, ia diangkat jadi guru.
Ketika pindah ke Balai Pustaka mula-mula ia bekerja sebakar korektor, kemudian berturut-turut diangkat menjadi redaktur dan redaktur kepala.
Cipta sastranya yang mula-mula terbit berjudul Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922). Kemudian terbit lagi berturut-turut, antara lain Cinta Yang Membawa Maut (BP-1926), Salah Pilihh (BP-1928), Hulubalang Raja (BP-1934), Neraka Dunia (BP-1938), dan Mutiara (BP-1946).
Selain menampilkan karya-karya sastra ia juga menulis buku bacaan untuk pelajar SD, SMP, dan SMA. Sedangkan terjemahan-terjamahannya di buku-buku pengarang luar negeri, antara lain Tiga Orang Panglima Perang karya Alex, Dumas (BP-1922); Dua Puluh Tahun Kemudian karya Alex. Dumas (1925); Graaf De Monte Cristo oleh Alex. Dumas, 6 jilid (BP-1925); dan Imam dan Penghasilan oleh Sienkiewick, 3 jilid (BP-1953).
Ketika pindah ke Balai Pustaka mula-mula ia bekerja sebakar korektor, kemudian berturut-turut diangkat menjadi redaktur dan redaktur kepala.
Cipta sastranya yang mula-mula terbit berjudul Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922). Kemudian terbit lagi berturut-turut, antara lain Cinta Yang Membawa Maut (BP-1926), Salah Pilihh (BP-1928), Hulubalang Raja (BP-1934), Neraka Dunia (BP-1938), dan Mutiara (BP-1946).
Selain menampilkan karya-karya sastra ia juga menulis buku bacaan untuk pelajar SD, SMP, dan SMA. Sedangkan terjemahan-terjamahannya di buku-buku pengarang luar negeri, antara lain Tiga Orang Panglima Perang karya Alex, Dumas (BP-1922); Dua Puluh Tahun Kemudian karya Alex. Dumas (1925); Graaf De Monte Cristo oleh Alex. Dumas, 6 jilid (BP-1925); dan Imam dan Penghasilan oleh Sienkiewick, 3 jilid (BP-1953).
Comments
Post a Comment